Tuesday, August 31, 2010
Sedikit penjelasan tentang wangsit siliwangi
Wangsit Siliwangi:
"Suatu saat nanti, apabila
tengah malam terdengar suara
pembawa panji, nah itu adalah
tandanya."
Sosok "Satrio Piningit" memang
masih misterius. Banyak sudah
yang mencoba untuk
menemukannya dengan caranya
sendiri-sendiri. Alhasil, ada yang
yakin telah menemukannya,
bahkan juga ada yang mengaku
dirinyalah si Satrio Piningit
tersebut. Apabila diteliti maka
sosok yang telah ditemukan itu
masih bisa diragukan apakah
memang dia si calon Ratu Adil?
Budak Angon atau
"Penggembala" sesungguhnya
merupakan konsepsi tentang
kehidupan dan kemanusiaan.
Dalam konteks diri manusia,
Budak Angon merupakan
konsep tentang penemuan jati
diri dan pengendalian diri untuk
apa sesungguhnya kita dicipta.
Selain jasad kita yang
sesungguhnya hanyalah
"tunggangan" yang harus
ditundukkan, dikendalikan, dan
diarahkan melalui proses
"penggembalaan", dalam diri
kita juga terdapat kumpulan
"sasatoan" yang tidak untuk
dimatikan melainkan untuk
digembalakan sehingga menjadi
potensi dan energi positif bagi
penemuan misi hidup kita.
Dalam konteks kehidupan
sesama, Budak Angon
menjelaskan suatu upaya dan
proses "penertiban",
pembangunan kesadaran, serta
pengarahan hubungan
antarsesama yang dilandasi
cinta dan kasih sayang. Suatu
tatanan kehidupan yang lebih
berkeadilan. Dalam konteks
sosok, pribadi-pribadi yang
bekerja keras dalam upaya dan
proses yang demikianlah
disebut Budak Angon.
Keragu-raguan yang muncul
mendorong untuk menelaah
dan mempelajari kembali apa
yang telah diungkapkan dalam
naskah-naskah leluhur
mengenai sosok Satrio Piningit
sejati. Salah satu naskah yang
biasa kita gunakan sebagai
rujukan yaitu Uga Wangsit
Siliwangi. Siliwangi dalam Ugo
Wangsitnya menyebut si calon
Ratu Adil dengan sebutan Bocah
Angon atau Pemuda
Penggembala. Beberapa hal
yang disebutkan dalam Ugo
Wangsit Siliwangi mengenai
Bocah Angon yaitu :
1. Suara minta tolong.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “Suatu saat nanti,
apabila tengah malam, dari
gunung Halimun terdengar
suara para pembawa panji, nah
itu adalah tandanya. Semua
keturunan kalian dipanggil oleh
yang mau menikah di Lebak
Cawéné.” Kata “suara minta
tolong” sepertinya sama
dengan ungkapan Joyoboyo
dalam bait 169 yaitu “senang
menggoda dan minta secara
nista, ketahuilah bahwa itu
hanya ujian, jangan dihina, ada
keuntungan bagi yang dimintai
artinya dilindungi anda
sekeluarga “.
Bocah Angon di awal
kemunculannya akan beraksi
melakukan hal-hal sebagai
pertanda kedatangannya. Salah
satunya adalah meminta tolong
kepada orang di sekitar daerah
Gunung Halimun. Tidak jelas
mengapa dia minta tolong
kepada orang lain, apakah dia
dalam kesulitan ataukah
keperluan lainnya. Yang pasti
bila telah terjadi hal demikian
berarti itu pertanda akan
kemunculannya.
Sementara dikaitkan dengan
Ramalan Joyoboyo paba bait
169 disebutkan bila Bocah
Angon tersebut “suka minta
secara nista sebagai ujian”.
Kalimat tersebut
mengindikasikan bahwa minta
tolong itu hanya sebatas ujian
bagi yang dimintai pertolongan.
Ujian apakah itu? belum
diketahui ujian apa yang suka
dilakukan Bocah Angon pada
orang. Sebaiknya kita tunggu
saja kejadiannya.
2. Mencari sambil melawan,
melawan sambil tertawa.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “Suatu saat nanti
akan banyak hal yang ditemui,
sebagian-sebagian. Sebab
terlanjur dilarang oleh
Pemimpin Pengganti! Ada yang
berani menelusuri terus
menerus, tidak mengindahkan
larangan, mencari sambil
melawan, melawan sambil
tertawa. Dialah Anak
Gembala. ” Kata terlanjur
dilarang ini apa maksudnya?
Apakah dilarang dalam
mengungkap fakta-fakta, ato
dilarang meluruskan sejarah?
sepertinya masih butuh
penafsiran lagi.
Yang pasti Bocah Angon
sepertinya tidak peduli dengan
larangan pemimpin. Bahkan
bukan hanya tidak peduli
dengan larangan tersebut,
tetapi lebih dari itu Bocah Angon
melawan larangan si pemimpin
itu sambil tertawa. Tidak bisa
dibayangkan bagaimana
perasaan si pemimpin bila
dilawan sambil tertawa. Bisa-
bisa Bocah Angon dalam situasi
bahaya nih karena kerjanya
selalu melawan sang pemimpin
pengganti.
Kata banyak yang ditemui
sebagian-sebagian karena
terlanjur dilarang pemimpin
baru, menunjukkan bahwa yang
akan ditemukan masyarakat
memang hanya sebagian saja.
Oleh karena sebagian saja maka
yang ditemukan tersebut
belumlah lengkap dan tentunya
belum sempurna hasilnya.
Tetapi tidak bagi Bocah Angon,
dia terus saja mencari sambil
melawan. Bisa jadi temuan si
Bocah Angon ini kelak
merupakan temuan yang paling
lengkap dan mendekati
kebenaran.
3. Dia gembalakan ranting daun
kering dan sisa potongan
pohon.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “Apa yang dia
gembalakan? Bukan kerbau
bukan domba, bukan pula
harimau ataupun banteng.
Tetapi ranting daun kering dan
sisa potongan pohon. Dia terus
mencari, mengumpulkan semua
yang dia temui. Tapi akan
menemui banyak sejarah/
kejadian, selesai jaman yang
satu datang lagi satu jaman
yang jadi sejarah/kejadian baru,
setiap jaman membuat sejarah.
setiap waktu akan berulang itu
dan itu lagi. ”
Bocah Angon memiliki kebiasaan
mengumpulkan daun dan
ranting. Kata daun dan ranting
yang disebutkan Uga Wangsit
Siliwangi dalam bahasa asli
Sundanya yaitu “Kalakay jeung
Tutunggul“. Kalakay
merupakan daun lontar yang
biasa digunakan oleh orang kita
pada jaman dulu kala sebagai
lembaran daun untuk menulis.
Sementara Tutunggul
merupakan ranting pohon yang
biasa digunakan orang kita pada
jaman dulu kala sebagai pena
untuk menulis. Sehingga
Kalakay dan Tutunggul bisa
diartikan sebagai kertas dan
pena.
Si Bocah Angon ini memiliki
kegemaran suka
menggembalakan kertas dan
pena . Dia terus mengumpulkan
dan mengumpulkan kedua
barang tersebut sebagai
gembalaannya. Tidak jelas
kenapa dia suka
menggembalakan kertas dan
pena. Kata mengumpulkan itu
berarti kertas dan pena tersebut
tidak hanya 1 buah, tetapi
jumlahnya banyak dan itu
menjadi barang kegemarannya.
Selanjutnya disebutkan “Dia
terus mencari, mengumpulkan
semua yang dia temui. Tapi akan
menemui banyak sejarah/
kejadian “. Kalimat tersebut
bisa berarti bahwa Bocah Angon
menggembalakan kertas dan
pena untuk menemukan sejarah
dan kejadian. Ntah sejarah dan
kejadian apa yang dia
kumpulkan, tetapi bisa
dimengerti bahwa di Nusantara
banyak sekali sejarah yang
dirubah, mungkin hal tersebut
bisa juga terkait dengan
pelurusan sejarah kita.
Dia akan terus mengumpulkan
sejarah dan kejadian-kejadian
penting tentunya untuk
menyelesaikan masalah di
Nusantara. Wajar saja bila
sejarah ditelusuri karena
memang untuk menyelesaikan
suatu masalah tidak bisa tidak
harus mengetahui awal
sejarahnya bagaimana bisa
terjadi. Dengan kegemarannya
menelusuri sejarah dan kejadian
yang dituangkan dalam kertas
dan pena tersebut kelak
masalah di Nusantara akan bisa
dibereskan dengan mudah.
Semoga.
4. Rumahnya di ujung sungai
yang pintunya setinggi batu.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “lalu mereka
mencari anak gembala, yang
rumahnya di ujung sungai yang
pintunya setinggi batu ”. Kata
di ujung sungai menunjukkan
bahwa rumah Bocah Angon
letaknya berada dekat dengan
hulu sungai. Siliwangi tidak
memberikan gambaran berapa
jarak antara rumah dengan
sungai tersebut. Bisa jadi hanya
beberapa meter dari sungai,
tetapi bisa jadi puluhan meter
dari sungai.
Siliwangi juga tidak
menyebutkan nama dari sungai
tersebut sehingga rada
menyulitkan untuk menentukan
letak sungainya. Di Jawa
terdapat banyak sekali sungai
membentang dari utara hingga
selatan. Dan rata-rata di pinggir
sungai terdapat banyak rumah
penduduk dan ini tentunya
sangat menyulitkan untuk
menentukan letak sungainya
yang sesuai kata Siliwangi.
Namun yang pasti Bocah Angon
rumahnya dekat sungai
sehingga bila ada yang mengaku
dirinya Bocah Angon tetapi
rumahnya jauh dari sungai
berarti itu tidak sesuai dengan
Ugo Wangsit Siliwangi.
Kemudian untuk kata pintunya
setinggi batu masih perlu
dipertanyakan, apakah atap
rumahnya terbuat dari batu?
dan juga apakah pintu
rumahnya juga terbuat dari
batu? kok seperti rumah nenek
moyang kita dulu. Bisa jadi
demikian tetapi mungkin juga
tidak demikian.
Kalimat tersebut bisa dipahami
bahwa rumah Bocah Angon
tidak hanya 1 lantai, namun
bertingkat rumahnya. Hal ini
diperkuat dengan ungkapan
Joyoboyo dalam bait 161
yaitu “berumah seperti Raden
Gatotkaca, berupa rumah
merpati susun tiga “. Dari
ungkapan Joyoboyo
menunjukkan ada 3 lantai
rumah dari Bocah Angon.
Tentunya bukan rumah biasa,
bisa jadi rumah tingkat ekonomi
menengah atau memang Bocah
Angon dari keluarga kaya?
belum bisa dipastikan.
Oleh karena untuk membuat
suatu rumah yang bertingkat
dengan bahan semen untuk
lantai 2nya, maka dari bahan
semen yang padat otomatis
akan membentuk batu yang
keras . Sehingga bisa dipahami
bila pintu lantai pertama akan
setinggi batu (setinggi cor
semen lantai 2). Memang
kebanyakan rumah orang yang
bertingkat pintunya pasti akan
setinggi lantai 2, tepat di bawah
cor semen yang telah menjadi
batu tersebut. Jadi dapat
disimpulkan bahwa rumah
Bocah Angon memang
bertingkat yang pintunya
setinggi lantai tingkat 2-nya.
5. Tertutupi pohon handeuleum
dan hanjuang.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “rumahnya di
ujung sungai yang pintunya
setinggi batu, yang rimbun oleh
pohon handeuleum dan
hanjuang ”. Kata rimbun oleh
pohon Handeuleum dan
Hanjuang berarti di depan
rumah Bocah Angon terdapat 2
pohon yang sangat subur dan
menjadi ciri khas rumahnya.
Dalam hal ini hanya disebutkan
2 buah pohon saja, artinya
memang hanya ada 2 buah
pohon di depan rumahnya
sebagai pembeda dari rumah
lainnya.
Apabila ditelusuri kedua jenis
pohon tersebut dalam istilah
bahasa Indonesianya memang
belum diketahui apa namanya.
Kedua kata tersebut sepertinya
bahasa kuno dari daerah Sunda
tempat Siliwangi berada. Hingga
kini belum ada pihak yang
merasa mengetahui kedua jenis
pohon tersebut. Bahkan orang-
orang asli Sundapun juga
mengaku tidak mengetahui
kedua jenis pohon itu. Kita
tunggu saja kelak akan kita
ketahui juga.
Sementara itu beberapa
kalangan justru menafsirkan
kata Handeuleum dan Hanjuang
sebagai simbol saja. Benarkah
kedua pohon itu sebenarnya
bukan pohon hidup di atas
tanah, tetapi sekedar simbol
saja? Coba anda lihat kembali
Siliwangi menyebut Pemuda
Penggembala dengan “Apa
yang dia gembalakan? Bukan
kerbau bukan domba, bukan
pula harimau ataupun banteng.
Tetapi ranting daun kering dan
sisa potongan pohon. ”
Kata pemuda penggembala itu
cuma simbol dari Siliwangi.
Kemudian simbol tersebut
dijelaskan bila yang
digembalakan bukan binatang,
tetapi daun dan ranting.
Sementara kata Handeuleum
dan Hanjuang tidak ada kalimat
penjelasan selanjutnya .
Sehingga kedua kata tersebut
dapat dipastikan memang dua
buah pohon yang tumbuh di
atas tanah. Apabila simbol
tentunya Siliwangi akan
menjelaskan maksudnya.
6. Pergi bersama pemuda
berjanggut.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “Semua mencari
tumbal, tapi pemuda gembala
sudah tidak ada, sudah pergi
bersama pemuda berjanggut,
pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawéné! ” Siapakah
pemuda berjanggut itu?
Penyebutan pemuda berjanggut
ini masih perlu dipertanyakan.
Apakah pemuda tersebut
merupakan kerabat atau
keluarga atau teman ataukah
pengasuh si Bocah Angon?
Belum jelas diketahui karena
memang dalam Ugo Wangsit
Siliwangi tidak menyinggung
mengenai hal tersebut.
Dalam naskah-naskah lain
memberitahukan bahwa Ratu
Adil memiliki pengasuh yaitu
Sabdo Palon. Mungkinkah
pemuda berjanggut tersebut
adalah Sabdo Palon? Sepertinya
tidak karena Sabdo Palon
merupakan sosok Jin, sementara
penyebutan kata pemuda
menunjukkan dia adalah
manusia. Jadi pemuda
berjanggut bukanlah Sabdo
Palon.
Misteri ini masih sulit untuk
diungkap yang sebenarnya.
Pada saat Bocah Angon masih
menjadi sosok yang misteri,
pada saat yang sama pula ada
sosok lain yaitu pemuda
berjanggut yang jati dirinya juga
masih misteri. Namun yang
pasti pemuda tersebut memiliki
janggut dan kelak akan kita
ketahui setelah tiba waktu
kemunculan Bocah Angon.
7. Pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawéné!
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “Semua mencari
tumbal, tapi pemuda gembala
sudah tidak ada, sudah pergi
bersama pemuda berjanggut,
pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawéné !” Bocah Angon
sepertinya tidak akan ditemukan
sebelum kemunculannya. Ketika
orang-orang sudah menemukan
rumahnya yang di ujung sungai,
dia telah pergi bersama pemuda
berjanggut ke Lebak Cawéné.
Siliwangi tidak menyebutkan
kemudian orang-orang akan
berhasil menemukan Bocah
Angon di Lebak Cawéné setelah
gagal menemukan di rumahnya.
Tidak ada kalimat tersebut
dalam Ugo Wangsit Siliwangi.
Karena tidak ada kata itu maka
bisa disimpulkan bahwa jarak
antara rumah dengan Lebak
Cawéné tidak dekat bahkan
mungkin sangat jauh.
Siliwangi juga tidak
menyebutkan setelah pergi ke
Lebak Cawéné si Bocah Angon
kemudian kembali lagi ke
rumahnya. Karena tidak ada
kalimat yang menyebutkan hal
tersebut berarti Lebak Cawéné
merupakan tempat baru yang
ditinggali Bocah Angon setelah
rumahnya yang di ujung sungai
di tinggal pergi. Apabila Bocah
Angon kembali lagi ke rumahnya
yang di ujung sungai, maka
tentunya Siliwangi akan
menyebutnya berhasil
ditemukan di rumahnya. Sudah
pasti bila orang telah
menemukan rumahnya maka
akan ditunggui kapan
kembalinya. Tetapi ternyata
tidak ada kalimat tersebut
dalam Ugo Wangsit Siliwangi.
Sampai saat ini belum diketahui
dimana letak Lebak Cawéné
berada. Dalam peta Jawa
maupun peta Indonesia, tidak
ada daerah yang diberi nama
Lebak Cawéné. Oleh karena
namanya yang masih asing
inilah maka banyak kalangan
menafsirkan menurut
keyakinannya masing-masing.
Ada yang menafsirkan Lebak
Cawéné berada di lereng sebuah
gunung. Ada juga yang
mengatakan berada di petilasan
Joyoboyo. Yang lain mengatakan
berada di tempat yang ada
guanya dan sebagainya
membuat semakin tidak jelas
saja letak Lebak Cawéné dimana.
Tetapi apabila anda meyakini
sebuah tempat merupakan
Lebak Cawéné, maka bisa
dipastikan anda akan
memaksakan kehendak untuk
menentukan 1 orang di daerah
tersebut sebagai calon Ratu Adil.
Wah jadi kasian pada orangnya
kena sasaran.
Ketahuilah bahwa Siliwangi
tidak menyebutkan Bocah
Angon akan berhasil ditemukan
di Lebak Cawéné. Di sisi lain
Siliwangi juga tidak memberikan
ciri-ciri Lebak Cawéné yang dia
katakan sehingga mustahil
Lebak Cawéné bisa diketahui
sebelum Ratu Adil muncul,
kecuali anda lebih sakti dari
Siliwangi. Kemampuan sama
dengan Siliwangi aja tidak
mungkin apalagi lebih tinggi
dari Siliwangi, jelas tidak
mungkin lagi.
8. Gagak berkoar di dahan mati.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “Semua mencari
tumbal, tapi pemuda gembala
sudah tidak ada, sudah pergi
bersama pemuda berjanggut,
pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawéné! Yang ditemui
hanya gagak yang berkoar di
dahan mati”. Kata Gagak
berkoar mungkinkah memang
burung Gagak yang suka
berkicau, ataukah itu
merupakan simbol saja.
Banyak kemungkinan mengenai
Gagak berkoar tersebut. Namun
dalam naskah-naskah lain
seperti yang diungkap
Ronggowarsito dan Joyoboyo
bahwa Bocah Angon sebelum
menjadi Ratu Adil hidupnya
menderita, dia sering dihina
oleh orang. Apabila dikaitkan
dengan hal tersebut maka Gagak
berkoar itu bisa juga diartikan
sebagai orang-orang yang suka
menghina si Bocah Angon.
Oleh karena hidupnya yang
selalu saja dihina orang, maka
akhirnya Bocah Angonpun pergi
meninggalkan rumahnya.
Kemudian dia bersama pemuda
berjanggut menuju ke Lebak
Cawéné untuk membuka lahan
baru disana. Semua mencari
tumbal bisa saja diartikan
sebagai mencari berita dan
ketika yang dicari si Bocah
Angon sudah tidak ada, maka
tidak bisa tidak mencari berita
dari para Gagak yang berkoar
tersebut.
9. Ratu Adil sejati.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi
disebutkan “Baik lagi
semuanya. Negara bersatu
kembali. Nusa jaya lagi, sebab
berdiri ratu adil, ratu adil yang
sejati. Tapi ratu siapa? darimana
asalnya sang ratu? Nanti juga
kalian akan tahu. Sekarang, cari
oleh kalian pemuda gembala.”
Kita disuruh Siliwangi untuk
mencari Bocah Angon, karena
dialah yang kelak akan menjadi
Ratu Adil sejati.
Sepertinya SIliwangi bermaksud
memberikan pesan untuk
berhati-hati dalam mencari
Bocah Angon. Hal ini
dikarenakan banyak sekali Bocah
Angon palsu akan bermunculan
di Jawa ini. Kemunculan Bocah
Angon palsu bisa jadi karena
dukungan orang lain akan
dirinya sehingga dipaksa cocok
menjadi Ratu Adil, tetapi juga
bisa jadi karena terburu-buru
meyakini dirinyalah si Bocah
Angon.
Lihatlah saat ini telah banyak
terdengar dimana-mana dari
Jawa bagian barat hingga Jawa
bagian timur, orang-orang yang
muncul diyakini sebagai Ratu
Adil. Bahkan juga bermunculan
dimana-mana orang yang
mengakui dirinyalah Ratu Adil
tersebut. Apabila dimintai bukti
maka orang-orang tersebut
akan mencocok-cocokkan diri
dengan naskah-naskah yang ada
untuk meyakinkan orang.
Padahal kenyataan tidak
semuanya cocok.
Untuk itulah Siliwangi berpesan
agar kita mencari Ratu Adil
sejati, karena Ratu Adil sejati
hanya satu sementara Ratu Adil
palsu banyak sekali. Walaupun
banyak Ratu Adil palsu, hal itu
tidak akan mengubah kepastian
munculnya yang asli. Apabila
yang asli telah muncul maka
semua akan terbukti mana yang
asli dan mana yang palsu sesuai
kata Siliwangi “Tapi ratu siapa?
darimana asalnya sang ratu?
Nanti juga kalian akan tahu.
Sekarang, cari oleh kalian
pemuda gembala. ”
Demikianlah beberapa hal
mengenai Bocah Angon sesuai
yang disebutkan dalam naskah
Ugo Wangsit Siliwangi. Siliwangi
sengaja tidak begitu jelas
menggambarkan si Bocah
Angon dalam naskahnya
sehingga sangat menyulitkan
kita untuk menemukannya.
Kesengajaan ini dimengerti
karena memang akan banyak
pihak-pihak yang tentunya
menghalangi kemunculan Ratu
Adil dengan berbagai alasannya.
Pada saat Siliwangi tidak
memberikan gambaran yang
jelas mengenai Bocah Angon. Di
waktu yang sama pula kita
disuruh untuk mencari si Bocah
Angon tersebut, memangnya
kita ini terlahir sebagai detektif
semua. Namun yang pasti kelak
akan diketahui juga mana Ratu
Adil palsu dan mana Ratu Adil
yang sejati tentunya setelah tiba
waktu kemunculannya. Untuk
itu baik ditunggu, dicari maupun
tidak sama sekali sepertinya
hasilnya tetap sama. Waktunya
akan segera tiba.
Sumber: http://
eddycorret.wordpress.com/2008
/07/14/bocah-angon-menurut-
ugo-wangsit-siliwangi/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment