Tuesday, August 31, 2010
Riwayat Karawang
Sejarah Singkat
Kabupaten Karawang
Abad ke-17 kerajaan terbesar di
Pulau Jawa adalah Mataram
dengan rajanya yang terkenal
yaitu Sultan Agung
Hanyokrokusumo, Sultan Agung
adalah seorang raja yang tidak
menginginkan wilayah
Nusantara dikuasai atau dijajah
oleh bangsa asing dan ingin
mempersatukan Nusantara
dibawah satu kekuasaan
bangsa sendiri.
Pada abad ke-17 VOC sudah
menanamkan kekuasaannya di
Batavia oleh karena itu Sultan
Agung berupaya mengusir VOC
dari bumi Nusantara dengan
jalan menyerang Batavia, tetapi
pada waktu itu para raja di
wilayah Nusantara belum ada
persatuan dan kesatuan untuk
menghadapi musuh dari luar,
masing-masing berjuang
sendiri bahkan ada sebagian
yang memihak penjajah.
Hal ini disebabkan adanya
politik Devide Et Impera dari
penjajah sehingga Sultan Agung
bukan saja harus berhadapan
dengan serdadu VOC tetapi juga
harus menghadapi tentara dari
kerajaan Banten. Sebagai
daerah atau tempat untuk
menyerang VOC di Batavia,
Karawang pada waktu itu
dikuasasi oleh para prajurit
Mataram dijadikan sebagai basis
atau pangkal perjuangan.
Sultan Agung memerintahkan
Rangga Gede untuk :
Mempersiapkan bala tentara/
membenahi
prajurit
Mempersiapakan logistik
dengan jalan menjadikan
daerah Karawang menjadi
lumbung padi.
Tanggal 14 September 1633
Masehi, bertepatan dengan
Tanggal 10 Maulud 143 Hijriyah.
Raja Mataram, Sultan Agung
melantik Singaperbangsa
sebagai Bupati Karawang
pertama, sehingga secara
tradisi setiap tanggal 10 Mualud
diperingati sebagai Hari Jadi
Kabupaten Karawang.
Pada zaman revolusi
kemerdekaan Republik
Indonesia, Karawang
merupakan salah satu daerah
yang menjadi kancah
perjuangan melawan penjajah
Belanda, seperti yang dilukiskan
dalam sajak Chairil Anwar
berjudul " Karawang Bekasi".
Menjelang Proklamasi
Kemerdakaan Bung Karno dan
Bung Hatta bersama para
pemuda militan
mempersiapkan diri di
Rengasdengklok tepatnya di
Kampung Bojong Kecamatan
Rengasdengklok, Proklamator
Sukarno – Hatta menyusun
naskah proklamasi
kemerdekaan Indonesia tahun
1945.
Peristiwa penting ini
merupakan bukti otentik bahwa
Kabupaten Karawang memiliki
nilai HISTORIS yang besar
peranannya bagi kejayaan Nusa
dan Bangsa sehingga tidak
berlebihan kiranya Karawang
diberi julukan sebagai daerah
pangkal perjuangan, maka di
tempat-tempat tersebut
dibangun tugu kesepakatan
kebulatan tekad untuk
memproklamirkan
kemerdekaan Republik
Indonesia. Hal ini tentunya
mendorong semua pihak untuk
berperan serta dalam
melaksanakan pembangunan
dengan lebih giat lagi.
Pelat Kuning Kandang Sapi Gede
Mengawali berdirinya
Kabupaten Karawang
Karawang berdiri sejak
dikeluarkannya piagam Pelat
Kuning Kandang Sapi Gede oleh
Sultan Agung kepada Raden
Singaperbangsa dan Raden
Wirasaba, 3,8 abad lampau.
Saat itu, wilayah Karawang
sangat luas, meliputi Bekasi,
Subang, Purwakarta.
Memasuki sejarah perjalanan
Kabupaten Karawang, kita awali
dengan kedatangan
seorang Hafidz Qur ’an dari
Champa sekitar abad ke XV
masehi yang bernama Syech
Hasanudin bin Yusuf Idofi, atau
yang terkenal dengan
julukannya, Syech Quro. Ia
mendirikan paguron-paguron
islam di Karawang, tepatnya di
kampung Pulobata desa
Pulokalapa, kecamatan
Lemahabang-Wadas. Sejak
penyebaran agama yang
diwahyukan Allah SWT kepada
Rasulullah SAW itulah,
kemudian agama Islam
menyebar di seantero jagat
oleh para waliullah yang
terkenal dengan sebutan wali
Sanga.
Pada masa penyebaran agama
Islam di Karawang, komplek
pemakaman Syech Quro masih
merupakan hutan belantara dan
rawa-rawa. Hal ini bisa kita
duga apabila menelaah asal
kata Karawang berasal dari
bahasa sunda Ka-Rawa-an yang
artinya tempat penuh rawa.
Nama tersebut sesuai dengan
keadaan geografis Kabupaten
Karawang yang berawa-rawa.
Bukti yang
memperkuat pendapat tersebut
yakni dengan banyaknya nama-
nama daerah di Kabupaten
Karawang yang diawali dengan
kata Rawa seperti; Rawasari,
Rawagempol, Rawa sikut, Rawa
Gede, Rawa Merta, Rawa Gabus
dan rawa-rawa lainnya.
Namun, menurut sumber lain
pada buku-buku Portugis
(tahun 1512 dan 1522)
menyebutkan, nama Karawang
diambil dari bahasa Portugis
“ Caravan”. Istilah ini
diberikan bangsa Portugis
karena apabila orang-orang
yang bepergian akan melawati
daerah rawan, untuk keamanan
mereka pergi berkafilah-kafilah
dengan menggunakan hewan
seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau
Keledai. Demikian pula halnya
yang terjadi pada jaman dahulu,
kesatuan-kesatuan kafilah yang
dalam bahasa Portugis disebut
“ Caravan” membuat
pelabuhan-pelabuhan di sekitar
muara sungai Citarum yang
menjorok ke pedalaman
Karawang. Sehingga disebut
dengan “Caravan” yang
kemudian berubah menjadi
Karawang. Dalam sumber pada
buku-buku Portugis (tahun
1512 dan 1522) tadi, Karawng
memang terletak di sekitar
Sungai Citarum. Memang pada
masa itu, keberadaan Karawang
dikenal sebagai jalu Lalu Lintas
yang sangat penting untuk
menghubungkan Kerajaan
Pakuan Padjajaran dengan
Kerajaan Galuh Pakuan yang
berpusat di daerah Ciamis.
Hal diatas ada kaitannya
dengan yang dijelaskan
Tendam. Menurut Tendam”…
dari Pakuan Padjajaran ada
sebuah jalan yang dapat melalui
Cileungsi atau Cibarusah,
Warung Gede, Tanjung Pura,
Karawang, Cikao, Purwakarta,
Sagalaherang terus ke
Sumedang, Tomo, Sindang
Kasih, Raja
Galuh, Talaga, Kawali dan
akhirya berpusat di kerajaan
Galuh Pakuan di Ciamis dan
Bojong Galuh. Luas wlayah
kabupaten Karawang saat itu,
tidak sama dengan luas wilayah
Kabupaten Karawang pada
masa sekarang. Pada masa itu,
luas wilayah Kabupaten
Karawang meliputi Bekasi,
Subang, Purwakarta dan
Karawang sendiri.
Perang Mataram-Banten
Kerajaan Padjajaran runtuh
pada tahun 1579 M. Pada tahun
1570 M kerajaan Sumedang
Larang berdiri sebagai penerus
kerajaan Padjajaran dengan
rajanya yang bernama Prabu
Geusan Ulun, putra pasangan
Ratu Pucuk Umum (disebet juga
Pengeran istri) deingan
Pangeran Santri
keturunan Sunan Gunung Jati
dari Cirebon. Kerajaan Ilam
Sumedang Larang, pusat
pemerintahannya berada di
Dayeuh Luhur membawahi
Sumedang, Galuh, Limbangan,
Sukakerta dan Karawang. Prabu
Geusan Ulun wafat pada tahun
1608, dan digantikan oleh
putranya Rangga Gempol
Kusumahdinata, putra Prabu
Geusan Ulun dari istrinya
Harismaya keturunan Madura.
Pada masa itu di Jawa Tengah
telah berdiri kerajaan Mataram
dengan rajanya Sultan Agung
(1613-1345) yang bercita-cita
ingin menguasai Pulau Jawa
dan mengusir Kompeni
(Belanda) dari
Batavia.
Demi menjaga keselamatan
wilayah kekuasaan Mataram di
daerah Barat, pada tahun 1628
dan 1629, Sultan Agung
melakukan penyerangan
terhadap VOC (Belanda) di
Batavia. Namun gagal
sehubungan situasi medan
yang sangat berat dan
berjangkitnya penyakit Malaria
serta karena kurangnya
kebutuhan logistik.
Dengan kegagalan tersebut,
Sultan Agung mencari strategi
penyerangan terhadap kompeni
dan menunjuk Karawang
sebagai pusat logistik yang
mempunyai pemerintahan
sendiri dibawah kekuasaan
Mataram dan dikomandani oleh
seorang pemimpin yang cakap
dan ahli perang serta mampu
menggerakkan masyarakat
untuk membangun pesawahan
guna mendukung pengadaan
Logistik dalam persiapan
melakukan penyeragan kembali
terhadap VOC (Belanda)
diBatavia.
Tahun 1632, Sultan Agung
mengutus Wiraperbangsa Sari
Galuh untuk membawa 1000
prajurit beserta keluarganya ke
Karawang. Tujuan pasukan
yang dipimpin oleh
Wiraperbangsa adalah selain
membebaskan pengaruh
Banten di Karawang juga untuk
mempersiapkan kebutuhan
logistik sebagai bekal
melakukan penyerangan
kembali terhadap VOC (Belanda)
di Batavia.
Tugas yang diemban
Wiraperbangsa dapat
dilaksanakan dengan baik.
Hasilnya bahkan sempat
dilaporkan kepada Sultan
Agung di Mataram. Atas
keberhasilannya,
Wiraperbangsa dianugerahi
jabatan Wedana (sekarang
tingkat Bupati) di Karawang
dan mendapat gelar Adipati
Kertabumi III serta diberi
hadiah senjata berupa sebilah
Keris yang bernama “Karo
sinjang”.
Setelah penganugerahan
dilakukan di Mataram,
Wiraperbangsa melanjutkan
kembali tugasnya dan
melakukan perjalanan ke
Karawang. Namun takdir illahi
berkata lain.
Saat singgah sementara untuk
menjenguk keluarganya di
Galuh, Wiraperbangsa keburu
wafat.
Pelat Kuning Kandang Sapi Gede
Jabatan Wiraperbangsa sebagai
Wedana di Karawang kemudian
digantikan oleh anaknya yang
bernama Raden Singaperbangsa
yang di anugrahi gelar Adipati
Kertabumi IV memerintah di
Karawang pada tahun
1633-1677. tugas pokok Raden
Singaperbangsa di awal
kepemimpinannya adalah
mengusir VOC (Belanda) di
Batavia.
Untuk itu, Raden
Singaperbangsa membangun
pesawahan untuk kebutuhan
logistik semasa perang. Selain
itu, Raden Singaperbangsa juga
mendapat tambahan 2000
keluarga.
Pembangunan pusat logistik
dan pesawahan demi
memenuhi kebutuhan logistik
perang itu tersurat dalam
“ Piagam Pelat Kuning
Kandang Sapi Gede” yang
bunyinya adalah sebagai
berikut; “panget ingkang
Piagam Kanjeng ing Ki Rangga
Gede ing Sumedang
kagadehaken ing si
Astrawardana. Mulane sun
gdehi peagem, sun kongkon
anggraksa kaagengan dalem siti
Nagara Agung, kilen waten
Cipamingkis, wetan wates
Cilamaya, serta kon anunggoni
lumbung isina Pun Pari Limang
tkes punjul tiga welas jait.
Basakala tan anggrawahani
piagem, lagi lampahipan Kyai
Yudha-bangsa kaping kalih ki
wangsa Taruna, ingkang
potusan Kanjeng Dalem
Ambakta tata titi yang kalih
ewu; Wadana nipun Kyai
Singaperbangsa, kalih ki
Wirasaba kang
dipunwadanahakeun ing manir.
Sasangpun katampi
dipunrenahakeun Waringinpitu
lan ing Tanjungpura, anggraksa
siti NagaraGung Bongan Kilen,
kala nulis piagem ing dina rebo
tanggal ping sapuluh sasi Mulud
tahun alif. Kang anulis piagem
manira anggaprana titi ”.
Terjemahan isi piagam tersebut
didalam bahasa Indonesia
adalah; “Peringatan piagam
Raja kepada Ki Ranggagede di
Sumedang diserahkan kepada Si
Astrawardana. Sebabnya maka
saya serahi piagam, ialah
karena saya berikan tugas
menjaga tanah negara agung di
sebelah timur berbatas
Cilamaya, serta saya tugaskan
menunggu lumbung berisi Padi
lima takes lebih tiga welas jahit.
Adapun padai tersebut diterima
oleh Ki Singaperbangsa,
baskalatan yang menyaksikan
piagam dan kedua Ki
Wangsataruna yang diutus oleh
Raja untuk pergi dengan
membawa 2000 keluarga.
Pimpinannya adalah Kyai
Singaperbangsa serta Ki
Wirasaba. Sesudah piagam
diterima, kemudian mereka
ditempatkan di Waringinpitu
dan di Tanjungpura. Tugasnya
adalah menjaga tanah nagara
agung di sebelah barat. Piagam
ini ditulis pada hari Rabu
tanggal 10
bulan Mulud tahun Alif. Yang
menulis piagam ini ialah saya,
Anggaprana. Selesai ”.
Demikian isi ‘Piagam Pelat
Kuningan Kandang Sapi Gede’
yang dibuat pada tanggal 10
bulan Mulud tahun Alif atau hari
Rabu tanggal 10 Rabi ’ul awal
tahun 1043 hijriah, yang
bertempatan dengan tanggal
14 September 1633 Masehi dan
pada hitungan tahun Jawa/Saka
adalah hari Rabu tanggal 10
Mulud 1555.
Tanggal yang tercantum dalam
isi Piagam Pelat Kuningan
Kandang Sapi Gede kemudian
dijadikan sebagai “Hari Jadi
Kabupaten Karawang”.
Penetapan tanggal itu
berdasarkan hasil penelitian
panitia sejarah yang dibentuk
dengan surat Keputusan Bupati
Kepala daerah Tingkat II
Karawang, Letkol (inf) H. Husni
Hamid dengan SK-nya nomor
170/PEM/H?SK/1968 pada
tanggal 1 Juni 1968. adapun
bukti hasil penelitian dan
pengkajian itu terdapat dalam
tulisan para pakar sejarah yakni;
Dr. Brenes dalam “Tyds Taal
Land en Volkenkude’ XXVIII
halaman 352, 355 yang
menetapkan tahun 1633
sebagai tahun jadinya
Karawang
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment