Tuesday, August 31, 2010
20 strategi perang Sunda abad XVI
Bagaimana strategi orang Sunda
dulu berperang, belum banyak
dibahas. Naskah Sanghyang
Siksakandang Karesian hanya
menyebutkan nama-nama
strategi perang yang diterapkan,
paling tidak sampai abad ke-16.
Dalam Sanghyang Siksakandang
Karesian disebutkan, "Bila ingin
tahu tentang perilaku perang,
seperti makarabihwa,
katrabihwa, lisangbihwa,
singhabihwa, garudabihwa,
cakrabihwa, sucimuka,
brajapanjara, asumaliput,
meraksimpir, gagaksangkur,
luwakmaturut, kidangsumeka,
babahbuhaya, ngalinggamanik,
lemahmrewasa, adipati,
prebusakti, pakeprajurit,
tapaksawetrik, tanyalah
panglima
perang." (Danasasmita, dkk.,
1987).
Tulisan ini mencoba
mendeskripsikan strategi
perang dimaksud. Mudah-
mudahan bisa jadi bahan kajian
yang lebih mendalam untuk
berbagai pemanfaatan.
1. Makarabihwa; cara
mengalahkan musuh dengan
tidak berperang. Mengalahkan
musuh dari dalam musuh itu
sendiri, dengan menggunakan
kekuatan pengaruh. Praktik
merusak kekuatan musuh dari
dalam agar merasa kalah
sebelum berperang.
2. Katrabihwa; posisi prajurit
saat menyerang musuh, ada
yang ditempatkan di atas,
biasanya dengan menggunakan
senjata panah, dan prajurit yang
di bawah, biasanya
menggunakan tombak dan
berkuda.
3. Lisangbihwa; sebelum perang
dimulai, Panglima Perang/Hulu
Jurit mengumpulkan pasukan
tempurnya agar seluruh prajurit
berteguh hati menjadi pasukan
yang berani dan bersemangat
berperang untuk mengalahkan
musuh walau pun kekuatan
lebih kecil.
4. Singhabihwa; mengalahkan
pertahanan musuh dengan cara
menyusup. Para penyusup
merupakan tim kecil yang
jumlahnya hanya lima orang,
terdiri atas ahli perang, ahli
strategi, dan ahli memengaruhi
musuh. Musuh terpengaruh oleh
strategi yang kita lancarkan
sehingga pada tahap ini musuh
hancur oleh pikirannya sendiri.
Waktunya sangat lama.
5. Garudabihwa; memusatkan
kekuatan pasukan pada posisi
yang tersebar di beberapa titik
penting yang telah ditentukan
untuk pertempuran. Kekuatan di
setiap titik jumlahnya 20 orang.
Dengan simbol-simbol khusus,
prajurit yang tersebar itu akan
menyerang secara berbarengan
dan sekaligus, kemudian
menyebar kembali untuk
mempersiapkan penyerangan
berikutnya.
6. Cakrabihwa; menyusupkan
beberapa orang prajurit ke
benteng pertahanan musuh
dengan cara rahasia dengan
tujuan utama untuk
menyusupkan persenjataan
yang kelak akan digunakan oleh
pasukan saat bertempur. Mereka
harus prajurit yang sangat
terlatih dan mengetahui medan
serta mengetahui cara-cara
penyusupan.
7. Sucimuka; upaya
pembersihan musuh setelah
perang usai sebab biasanya
masih ada musuh yang berdiam
di persembunyian. Para prajurit
harus mengetahui daerah-
daerah yang pantas digunakan
sebagai tempat berlindung dan
menjadi persembunyian musuh
yang sudah tercerai-berai.
Prajurit harus mengetahui jalan-
jalan yang dijadikan tempat
untuk meloloskan diri.
Pembersihan ini sangat penting
agar musuh tidak menghimpun
kekuatannya kembali.
8. Brajapanjara; mendidik
beberapa orang musuh agar
bekerja untuk pihak kita. Setelah
dianggap tidak membahayakan,
mereka dilepas kembali ke
daerahnya untuk dijadikan
mata-mata. Orang itulah yang
akan mengirimkan informasi
mengenai kekuatan musuh,
seperti jenis dan jumlah senjata
yang mereka miliki, dan strategi
perang apa yang akan
digunakan. Harus sangat hati-
hati saat mendidiknya.
9. Asumaliput; setiap prajurit
harus mengetahui tempat
berlindung atau bersembunyi
serta tidak akan diketahui
musuh, seperti di dalam gua,
tetapi harus pandai melihat
situasi.
10. Meraksimpir; cara berperang
ketika prajurit berada di daerah
yang lebih rendah, sedangkan
musuh berada di daerah yang
lebih tinggi. Bila posisinya
demikian, pasukan dipersenjatai
dengan tombak dan berkuda.
11. Gagaksangkur; cara
berperang ketika prajurit berada
di daerah yang lebih tinggi,
sedangkan musuh berada di
bawah. Cara mengalahkan
musuh dari atas, seperti cara
meloncat atau menghadang.
12. Luwakmaturut; gerakan
untuk memburu musuh yang
kabur dari lapangan
pertempuran. Prajurit harus
tahu cara pengejaran yang
paling cepat di berbagai medan
yang berbeda. Pengejaran
musuh harus sampai di tempat
persembunyiannya, apakah di
air, atau yang lari ke dalam
hutan.
13. Kudangsumeka; cara
menggunakan pedang yang
lebih kecil. Bila menyusup ke
daerah musuh, prajurit harus
mengetahui cara-cara
menyembunyikan pedang/
senjata itu agar tidak diketahui
musuh.
14. Babahbuhaya; cara
menghimpun kekuatan prajurit
pada saat pasukan tertekan dan
terjepit musuh, seperti cara/
upaya memulihkan mental,
semangat, dan kekuatan
prajurit. Dilatihkan ke mana
harus berlari, jangan sampai
berlari ke daerah kekuatan
musuh. Cara bagaimana bila
saat berlari ada musuh di depan,
atau musuh yang terus
mengejar, serta cara bagaimana
memilih tempat perlindungan.
Bila terlihat aman, prajurit
merundingkan upaya
penyelamatan dan
merencanakan penyerangan
balik.
15. Ngalinggamanik; prajurit
yang sudah terlatih
dipersenjatai dengan senjata
rahasia, atau senjata keramat
kerajaan, seperti tombak.
Prajurit dilatih untuk
mengendalikan senjata keramat
itu, bila tidak, bisa-bisa prajurit
itu yang terpental atau pingsan.
16. Lemahmrewasa; cara
berperang di hutan belantara
atau di tempat-tempat yang
rimbun, terutama ketika
pasukan dalam keadaan
terdesak dengan senjata
pasukan yang sudah tidak
mampu melayani kekuatan
persenjataan musuh. Semua
potensi yang bisa digunakan
sebagai senjata dimanfaatkan,
seperti batu atau batang pohon.
17. Adipati; teknik untuk melatih
prajurit yang akan dijadikan
prajurit dengan kemampuan
khusus. Pasukan komando yang
memunyai kemampuan
perseorangan yang tangguh dan
dapat diandalkan.
18. Prebusakti; setiap prajurit
dibekali latihan keahlian khusus
seperti tenaga dalam agar
senjata lebih berisi, lebih matih,
punya kekuatan mengalahkan
musuh secara luar biasa.
19. Pakeprajurit; sering kali raja
menitahkan untuk tidak
berperang. Prajurit terpilih,
yaitu prajurit yang sudah
terlatih untuk berunding,
mengadakan perundingan-
perindingan sehingga musuh
dapat dikalahkan tanpa
berperang. Namun, Panglima
Perang/Sang Hulu Jurit,
sesungguhnya menghendaki
kemenangan dengan cara
berperang.
20. Tapaksawetrik; cara-cara
berperang di air: bagaimana
cara mengelabui musuh agar
tidak mengetahui pergerakan
prajurit, serta cara-cara
menggunakan senjata di air,
seperti di sungai. Prajurit harus
terlatih untuk mendekati musuh
melalui jalan air.
Senjata
Persenjataan yang digunakan
dalam perang pada zaman itu
pada umumnya sudah berupa
senjata dari logam, apakah itu
tombak atau pun pedang.
Peninggalan senjata yang
ditemukan di beberapa tempat
di Jawa Barat, masih dapat
dilihat di Museum Nasional di
Jakarta (Lihat Krom, "Laporan
Kepurbakalaan Jawa Barat
1914"). Sementara itu,
kendaraan yang digunakan saat
bertempur pada umumnya
adalah kuda.
Tulisan ini merupakan upaya
pendahuluan untuk mengetahui
deskripsi dari setiap istilah
strategi perang yang terdapat
dalam Sanghyang Siksakandang
Karesian.
Sumber: http://pikiran-
rakyat.com/index.php?
mib=beritadetail&id=23546
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment