Monday, February 20, 2012

mati sunyi

Pohon-pohon meranggas dalam siluet. Hitam dalam balutan kuning pudar senja yang telah menua.

Di depan beranda yang hening, aku ingat kematian. Bukankah yang nampak di hadapanku adalah pesan yang teramat bening,segala hal pasti punya akhir.

Berapa lama sudah kau menghirup oksigen, berjalan di atas muka bumi. Adakah sedikit saja terpikir tempatmu berakhir kelak?

Mungkin itu yang hendak ditanyakan sisa dedaunan yang bergoyang perlahan ditiup sepoi angin. Dan entah mengapa kesunyian mereka, adalah juga kesunyianku. Tak pernah seberdarah ini rasanya.

Mungkin saatnya "pulang". Aku menulis kata itu dengan menggigil. Apa yang telah kuperbuat yang membuatku tak siap berpandang-pandangan dengan malaikat maut saat dia datang bertandang.

Telah adakah sedikit bekal yang bisa kubawa pulang ke kampung abadi.

Jika bukan Dikau yang menolong para pendosa seperti kami lalu kemana lagi kami hendak mengetuk pintu.

Jika pun mihrab kesucianMu tak bisa kami dekati dengan segala noda yang melekat pada diri kami,setidaknya perkenankan kami tetap menggumamkan namaMu dengan lirih dalam sunyi.

Menggumamkannya dengan air mata rindu dan penyesalan.

No comments:

Post a Comment